Linggarjati di kuningan,jawa barat. Sebuah rumah di sini pernah menjadi tempat berlangsungan perundingan yang menghasilkan Perjanjian Linggarjati antara Indonesia-Belanda (11-12 November 1946). Sekarang dikenal sebagai Gedung Perundingan Linggarjati.

Gedung atau Museum Linggarjati sebutannya adalah salah satu saksi sejarah tentang Indonesia yang mencintai kemerdekaan, dan melalui sosok Bung Sjahrir serta kegigihan diplomasinya juga adalah Indonesia yang mencintai damai.

Sekilas sosok Bung Sjahrir bisa kita lihat dalam ungkapan R.Z. Leirissa (Syahrir the real/genuine diplomat),'His idea of achieving sovereignty by peaceful means constituted a praiseworthy moral approach.





Ruang Perundingan Linggarjati meski dengan perabot replika toh cukup membantu pengunjung mendapatkan gambaran suasana ketika itu. Deretan kursi di sebelah kiri ditempati delegasi pihak Indonesia, dipimpin Sutan Sjahrir perdana menteri pertama Indonesia. Pihak Belanda menempati deretan kursi di sebelah kanan. Bertindak sebagai mediator adalah diplomat Inggris Lord Killearn, utusan khusus Inggris untuk Asia Tenggara, berkedudukan di Singapura.

Selama perundingan berlangsung, Lord Killearn dan beberapa delegasi Belanda seperti Schermerhorn, Ivo Samkalden, P. Sanders menginap di Linggarjati. Kamar-kamar yang ditempati tokoh-tokoh perundingan dilabeli dengan baik di museum. Letnan Gubernur Jenderal van Mook dan anggota delegasi lainnya lagi menginap di Kapal Perang Banckert. Sedangkan delegasi Indonesia menginap di rumah Bung Sjahrir di Linggasana, desa tetangga Linggarjati, berjarak sekitar 20-25 menit jalan dari museum.




Sejumlah foto-foto dokumentasi seputar perundingan menghiasi dinding Ruang Perundingan Linggarjati. Antara lain foto wartawan mancanegara mengetik naskah berita di pagar tangga kediaman Bung Sjahrir di Linggasana. Menurut keterangan pemandu foto-foto diperoleh dari Kedutaan Belanda.

Paling berkesan untukku adalah foto ketua delegasi Indonesia Bung Sjahrir dan ketua delegasi Belanda W. Schermerhorn memaraf Naskah Perjanjian Linggarjati di ruang tamu kediaman resmi Bung Sjahrir, Pegangsaan Timur No. 56. Pemarafan naskah dalam bahasa Belanda tersebut berlangsung pada tanggal 15 November 1946, sementara naskah dalam bahasa Indonesia dan Inggris diparaf pada 18 November di Istana Negara, Jakarta. Secara resmi Perjanjian Linggarjati ditandatangani di Istana Negara (25 Maret 1947).

Aku menyukai foto ini karena kita menyaksikan kesetaraan. Bung Sjahrir tidak memaraf sambil ditunggui Belanda yang berkacak pinggang, melainkan bersama-sama duduk sebagai bangsa yang sederajat. Berdiplomasi untuk memenangkan kemerdekaan tetapi bukan Indonesia yang tunduk.

Semoga tidak akan kita lupakan kegigihan dan kepercayaan pria berperawakan kecil kelahiran Padang Panjang bahwa bahwa ada cara mencapai kemerdekaan yang tidak selalu mesti menggunakan senjata.



Bung Sjahrir usai penandatanganan Perjanjian Linggarjati memberikan sambutan, 'Dunia penuh dengan pertentangan, penuh dengan bahaya perjuangan, dunia gelap. Di Indonesia kita menyalakan obor kecil, obor kemanusiaan, obor akal yang sehat yang hendak menghilangkan suasana gelap, suasana pertentangan yang menjadi akibat serta mengakibatkan pula perkosaan dan pembinasaan, suasana sesak serta gelap. Marilah kita pelihara obor ini, supaya dapat menyala terus serta menjadi lebih terang. Mudah-mudahan ia akan merupaka permulaan terang di seluruh dunia.'

Jika India memiliki Mahatma Gandhi, maka sesungguhnya kita memiliki Bung Sjahrir dan Linggarjati sebagai bagian dari sejarah yang berusaha menempuh jalan ahimsa untuk mencapai kemerdekaan.


Foto-fotonya
 














































sumber : Dokumentasi pribadi & http://www.museumindonesia.com/

Categories: ,

Leave a Reply

    Blogger news

    free counters
    DMCA.com

    Blogroll

    About

    Category